Tertipu. Saya kira, film ini biasa. Macam judulnya, yang ‘sedikit’ kurang menjual. Ternyata filmnya luar biasa. Dari menit pertama saja, sudah mulai mengaduk emosi.
Kata Asma Nadia, baca dulu novelnya, baru nonton filmya. Maaf bunda, saya langsung nonton filnya, hehe.
Laki-laki biasa dalam film ini adalah kang Rafli. Maksudnya, orangnya sederhana, religus, gagah seperti saya, peduli kepada orang-orang tidak mampu, dan selama hidupnya tidak pernah pacaran. Bagi kang Rafli, tidak ada istilah pacaran dalam kamusnya. Yang ada hanyalah istilah ta’aruf.
Maka, sebelum menemukan teman ta’aruf yang bisa bersamanya ke surga, kang Rafli terus bekerja. Tepatnya, di sebuah perusahaan properti dengan posisi sebagai kepala mandor.
Disanalah awal kisah cinta kang Rafli dimulai. Saat Nania, sebagai mahasiswa arsitek memilih tugas praktek disana. Benar-benar praktek dilapangan. Seperti mengaduk semen, hingga menyusun bata. heuheuheu
Singkat cerita, ia pun memilih Nania sebagai teman ta’arufnya. Karena pernah suatu ketika, Nania memberi motivasi kepada kang Rafli untuk maju. Hei, Nania juga punya perasaan yang sama. Meski ia harus menunggu dua tahun lamanya.
Namun ternyata, keluarga Nania yang hidup glamor harta, tidak setuju. Karena Rafli hanya laki-laki biasa. Tapi karena tidak ada alasan yang tepat untuk Nania menolak lamaran kang Rafli, akhirnya pernikahan itupun disetujui.
Berubah! Nania benar-benar berubah. Ia kini menjadi wanita sholehah. Hidup bersama kang Rafli di sebuah rumah sederhana tapi spesial. Iya, spesial karena ada satu kamar tidak di cat. Karena kata kang Rafli, biarlah yang berhak tinggal dirumah ini yang mengecat kamar itu. Dan dialah Nania.
Cat yang dipakai pun spesial. Warna biru, kesukaan Nania. Menariknya lagi, cat itu adalah bagian dari mahar pernikahan kang Rafli. Hahaha, ada-ada saja.
Beberapa tahun kemudian, setelah kang Rafli dan Nania dikaruniai dua Anak, yakni Yasmin dan Yusuf, dimana, masa-masa itu adalah puncak kebahagiaan mereka, sesuatu pun terjadi. Yakni, Nania mengalami kecelakaan sehingga membuatnya Amnesia. Disinilah peran kang Rafli betul-betul diuji. Dan disini pulalah letak klimaknya. Sehingga siapapun bisa menangis terisak. Diseberang tempat duduk saya saja menangis, sambil teriak-teriak. Kebawa emosi banget ya?
Jangankan orang diseberang saya, artis-artis seperti Oki Setya Dewi, Din Samsuddin, dan lainnya saja ikut terisak. Memang filmnya mengaduk-ngaduk emosi.
Film macam ini harus di support. Karena kita saat ini krisis film baik gara-gara kapitalisme ikut menguasai industri perfilman. Sebanyak apapun modal kalian, jika tidak ada support dana, tidak akan bertahan. Berbeda dengan film tidak bermutu, yang bertahan lebih lama karena sponsor benar-benar jor-joran.
Apa jadinya kalau tidak ada film baik di bioskop? Tentu saja akan berpengaruh buruk kepada siapa saja yang menonton. Maka, disini peran kita benar-benar dibutuhkan. Hilangkan mental gratisan dengan menunggu kaset bajakan. Kita perlu ke bioskop. Membeli tiket. Karena dengan demikian, film baik ini akan bertahan.
Tiket Cinta Laki-Laki Biasa |
Ayo, kita dukung film baik. Dan bagi kalian belum sempat nonton film ini, saya sarankan baca novelnya. Seru euy
Ebid Salam
Samarinda, 17 Desember 2016
Ebid Salam
Samarinda, 17 Desember 2016