Baru saja mau ikut lomba panjat pinang. Petugas bilang,
tidak boleh ikutan kalau belum meminang anak orang. Uhuk. Baiklah, aku tidak menyerah. Aku menuju ke stand perlombaan selanjutnya. Lomba
makan kerupuk.
Petugas lomba makan keruput terlihat menyenangkan.
Wajahnya macam Fatin Sidqia Lubis. Dengan lembut, saya bertanya, apakah sudah
ada yang meminang? Ups, sorry. “Apakah
sudah full pendaftaran? Kalau belum, boleh
dong ikutan.” Aku berusaha serileks
mungkin.
Orang berwajah manis tersebut tersenyum takzim. “Mas
sudah hafal berapa Juz?” Eh apakah aku tidak salah dengar? Sorry, buru-buru dia meminta maaf. Aku mengangguk, tidak masalah.
“Mas sudah berapa kali ikut lomba?”
Aku menggeleng, baru mau ikutan.
“Sayang sekali ya mas, lomba ini hanya boleh diikuti oleh
orang yang sudah berpengalaman.” Gadis berwajah manis itu tersenyum prihatin.
Baiklah, tidak masalah. Saya balik kanan, melangkah terrtatih-tatih.
Aku lalu menuju ke stand
perlombaan catur. “Maaf mas, kau tidak boleh daftar”
Lah memang kenapa? Gini-gini aku perna juara dua tingkat
RT lho.
“Orang macam kau, pasti banyak pikiran. Lihatlah, badan
kau terlalu kurus. Dan yang banyak pikiran, sudah tentu
jago. Kasian nanti bapak-bapak sudah daftar.” Salah satu penjaga stand yang menjelaskan. Haiiyyaaa...
Ke stand lomba
memasak, pesertanya khusus kaum hawa. Ke stand
lomba bulu tangkis, juga ditolak karena badanku terlalu tinggi. Ke lomba fashion show, wajahku terlalu cakep dan
akhirnya lagi-lagi ditolak. Ya ampun, tega nian.
Separah inikah peraturannya? Baiklah kalau begitu.
Aku kembali menemui panitia lomba panjat pinang.
Kebetulan ketuanya itu penghulu. “Ayo, pak ikut. Aku akan menikah segera”
Tanpa ba-bi-bu, sang penghulu menurut.
Kami menuju ke stand lomba makan kerupuk. Guna menemui kembali
gadis berwajah manis itu. Aku langsung meminta dia untuk jadi istriku. Aku tahu,
hafalanku masih sedikit. Tapi itu tidak masalah, aku bisa belajar lebih giat.
Tiga puluh detik kemudian, gadis itu mengangguk. Kami bertiga akhirnya menuju
rumah sang gadis.
Sesampai disana, kami disambut baik, penuh rasa
kekeluargaan. Yang menyambut kebetulan kedua orang tua si gadis yang manis ini.
Juga tanpa ba-bi-bu, aku langsung menyampaikan niat baikku. Dengan penuh rasa
mantap, meski kaki gemetar.
“Kapan kalian akan menentukan jadwal pernikahannya?”
Ayah, dari sang gadis ini tersenyum, setelah mendengar penjelasanku.
Aku dan pak penghulu saling tatap. Dua menit berlalu,
akhirnya kami menentukan tanggal pernikahan kami. Persis di tanggal 17 Agustus 2016.
Kami izin pamit, dua menit kemudian. Pak penghulu
geleng-geleng, tidak percaya. Dan akhirnya tertawa setelah melihat wajahku berbinar-binar,
bilang dia yang akan meng-handle
kepanitiaan pernikahan kami.
Aku kembali ke stand
lomba. Pak penghulu kembali ke stand-nya.
Aku lalu menuju ke stand lomba catur.
Dengan tujuan meminta mereka menjadi bagian dari kepanitiaan. Mereka sepakat. Yes. Aku yakin mereka bisa bantu konsep
pernikahan kami karena mereka jago dalam strategi.
Di sebelah stand lomba catur, aku juga meminta tim fashion show untuk tampil di acara kami,
dengan tema kemerdekaan. Awalnya sih mereka ragu-ragu. Tapi akhirnya
setuju. Bukan karena aku hebat negosiasi, lebih karena salah tingkah.
Kemudian aku ke stand
lomba bulu tangkis. Aku tahu mereka punya petahana yang kuat. Jadi, aku meminta
mereka untuk menjadi bagian dari kepanitiaan. Khusus bagian keamanaan. Alhamdulillah, mereka juga sepakat. Yes!
Terakhir, aku mendatangi stand lomba masak. Aku meminta mereka untuk membantu di bagian
dapur. Bukan main, mereka mangguk-mangguk berulang kali. Memberi jempol terbaik.
Aku tersenyum, terima kasih ya. Lalu
balik kanan, bergegas pulang.
Dalam percakapan dengan orang tua si gadis manis itu,
mereka rupanya sudah memilihku jadi menantunya. Cuman tidak berani berkata
jujur. Malu-malu, tepatnya. Dan aku juga baru tahu, gadis itu adalah hafidzah. Pantas
saja tadi nanya-nanya hafalan.
Semua terjadi begitu cepat. Aku juga nggak ngerti, mengapa pula aku senekat ini? Bukankah aku hanya ingin ikut lomba? Sungguh, aku betul-betul
gemetar dengan kejadian ini. Benar-benar merinding. Ya Allah, saksikanlah. Aku macam
seorang manusia paling beruntung di dunia.
Ebid Salam
Samarinda, 13
Agustus 2016